Nabi yang Romantis

Berita Islam – Setelah Siti Khadijah (satu-satunya perempuan yang hidup di bawah satu atap dengan Kanjeng Nabi dalam pernikahan monogami selama kurang lebih dua puluh empat tahun), isteri yang amat dicintai Nabi tentu saja adalah Aisyah, puteri Abu Bakar, sahabat yang paling dekat dengan beliau.

Jika kita membaca hadis-hadis yang berkaitan dengan “private life”, kehidupan personal dan rumah tangga Nabi, Aisyah akan muncul sebagai sosok yang paling dominan sebagai perawi atau pengkisah hadis-hadis tersebut.

Contoh paling sederhana ini: hadis-hadis yang berkaitan dengan mandi besar (junub), misalnya, paling banyak sampai kepada kita melalui kisah yang dituturkan oleh Siti Aisyah. Termasuk kisah tentang Kanjeng Nabi yang “mandi bareng” bersama Aisyah setelah berhubungan badan.

Apakah ada di antara santri-santri Ihya’ yang mandi bareng bersama isteri usai “gituan”?

Ini semua memperlihatkan betapa kehidupan keluarga Nabi sangat intim dan romantis. Banyak sekali hadis yang menggambarkan romantisme ini. Salah satunya adalah hadis dalam Shahih al-Bukhari (kumpulan hadis yang disusun oleh imam besar dari Bukhara, Uzbekistan, yaitu Imam al-Bukhari [w. 256 H/870M]) — hadis nomor 850 dalam edisi Musthafa Dib Bugha.

Hadis ini dikisahkan oleh keponakan Aisyah, yaitu ‘Urwah ibn al-Zubair ibn al-‘Awwam (w. 94 H/713 M). ‘Urwah adalah seorang tabi’in yang amat penting, salah satu dari tujuh sosok yang dianggap sebagai “fuqaha’ al-Madinah”, ahli fikih-nya kota Madinah. Inilah hadis tersebut.

Aisyah berkisah demikian: Suatu hari, Abdurrahman ibn Abi Bakr (kakak tertua Aisyah) berkunjung ke rumah Kanjeng Nabi, seraya menggosok-gosok giginya dengan kayu itu — kebiasaan yang lazim dilakukan oleh masyarakat Arab.

Catatan: tradisi bersiwak dikenal di kalangan masyarakat Arab sejak lama, sebagai cara untuk merawat gigi; kira-kira mirip dengan tradisi mengunyah sirih di beberapa komunitas di daerah Melayu dan Indonesia.

Lalu Kanjeng Nabi melihat kayu siwak itu. Melihat pemandangan ini, Aisyah langsung menangkap isyarat: mungkin suaminya menghendaki kayu siwak itu.

“Berikan kayu siwak itu kepadaku,” kata Aisyah kepada kakaknya. Abdurrahman lalu memberikan kayu itu kepada adiknya. Dan Aisyah segera memotong bagian ujung siwak yang sudah dikunyah oleh kakaknya, lalu kayu itu ia berikan kepada Kanjeng Nabi.

Segera Nabi bersiwak, menggosok-gosokkan kayu itu pada giginya, sambil duduk, sementara kepalanya bersandar pada dada isteri yang paling dicintainya itu — Aisyah.

Pemandangan yang amat romantis.

Penulis : Gus Ulil Abshar Abdalla

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.